Judul buku : Menjadi Guru Inspiratif: Memberdayakan dan Mengubah Jalan
Hidup Siswa
Penulis : Ngainun Na`im
Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Cetakan : Pertama, 2009
Tebal buku : xvi + 289 halaman
DUNIA pendidikan kita kembali dirundung duka. Hasil
dari pengumuman ujian nasional benar-benar mengejutkan banyak pihak –terutama
orangtua siswa, guru, kepala sekolah, dan siswa bersangkutan.
Pasalnya, jumlah siswa yang tidak lulus meningkat drastis.
Ujian nasional tingkat SMA (dan sederajat) 2010 terjun bebas mencapai 89,88%
–kalau dibandingkan angka kelulusan ujian nasional 2009: 94,85%. Tak mustahil,
jika dari 1.522.162 peserta, ada 154.079 peserta yang harus mengikuti UN ulang
pada 10-14 Mei. Siapa yang patut disalahkan dalam kasus ini?
Tentu ada sejumlah faktor yang melatarbelakangi keterpurukan
angka kelulusan tersebut. Salah satunya adalah kopetensi guru. Memang, setiap
orang bisa menjadi guru. Tetapi, tak bisa disangkal jika tidak semua orang
mampu menjadi guru yang baik, mengobarkan semangat, memberi inspirasi,
memancarkan energi, mencerahkan, sekaligus menanamkan pengaruh yang luar biasa
sehingga bisa membekas sepanjang hidup di benak anak didik.
Padahal guru yang mampu menginspirasi dan mencerahkan itulah yang saat ini dibutuhkan di negeri ini, karena guru semacam itu akan mengantarkan kesuksesan siswa di kelak kemudian hari dan membawa kemajuan bangsa.
Sayangnya, guru yang inspiratif dan mencerahkan seperti itu tidak banyak. Sebagian besar guru tidak jarang hanya guru kurikulum, tidak meninggalkan kesan mendalam di benak siswa karena tidak banyak hal penting yang diwariskan. Apa yang diberikan tak lebih sekedar pengetahuan dan wawasan yang menjadi tugasnya –”sosok guru yang hanya patuh pada kurikulum” sebagaimana isi buku yang ditugaskan sesuai dengan acuan kurikulum.
Guru yang sekedar mengajar tetapi tidak dapat berperan sekaligus sebagai pendidik. Padahal, untuk mencapai kemajuan dan kesuksesan siswa, jelas dibutuhkan guru yang tidak sekedar mengajar sesuai kurikulum melainkan dapat menginspirasi dan mempengaruhi sekaligus mengubah jalan hidup anak didik jadi lebih baik. Lebih ironis, tidak jarang ada sosok guru justru tampil dengan wajah sangar, menakutkan, dan tak menjadikan murid tumbuh semangat untuk menuntut ilmu.
Fenomena mengenaskan tentang angka kelulusan UN tahun ini dan minimnya guru
inspiratif (dan tak sedikit guru yang menakutkan di sisi yang lain) menjadikan
buku karya Ngainun Na`im yang berjudul Menjadi Guru Inspiratif: Memberdayakan
dan Mengubah Jalan Hidup Siswa ini patut direnungkan. Penulis (yang juga staff
pendidik di STAIN Tulungagung) tak hanya menggugat potensi guru yang tak
kompeten, melainkan juga memantik kesadaran guru untuk menjadi “sosok yang
inspiratif dan mampu mengubah” kehidupan siswa. Karena keberadaan guru
inspiratif seperti itu –di mata penulis– yang kini ini menempuh pendidikan S3
Islamic Studies UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini bisa mengantarkan murid
meraih kehidupan yang bermakna dan berkualitas.Padahal guru yang mampu menginspirasi dan mencerahkan itulah yang saat ini dibutuhkan di negeri ini, karena guru semacam itu akan mengantarkan kesuksesan siswa di kelak kemudian hari dan membawa kemajuan bangsa.
Sayangnya, guru yang inspiratif dan mencerahkan seperti itu tidak banyak. Sebagian besar guru tidak jarang hanya guru kurikulum, tidak meninggalkan kesan mendalam di benak siswa karena tidak banyak hal penting yang diwariskan. Apa yang diberikan tak lebih sekedar pengetahuan dan wawasan yang menjadi tugasnya –”sosok guru yang hanya patuh pada kurikulum” sebagaimana isi buku yang ditugaskan sesuai dengan acuan kurikulum.
Guru yang sekedar mengajar tetapi tidak dapat berperan sekaligus sebagai pendidik. Padahal, untuk mencapai kemajuan dan kesuksesan siswa, jelas dibutuhkan guru yang tidak sekedar mengajar sesuai kurikulum melainkan dapat menginspirasi dan mempengaruhi sekaligus mengubah jalan hidup anak didik jadi lebih baik. Lebih ironis, tidak jarang ada sosok guru justru tampil dengan wajah sangar, menakutkan, dan tak menjadikan murid tumbuh semangat untuk menuntut ilmu.
Harapan penulis dapat dipahami, karena guru inspiratif adalah guru yang mampu menularkan pengetahuan dan sekaligus menggerakan perubahan dan mempengaruhi siswa. Jadi guru inspiratif bukanlah sekedar guru kurikulum, tapi mampu mengembangkan potensi dan kemampuan siswa, berpikir kreatif dan mampu melahirkan siswa yang tangguh dan siap menghadapi aneka tantangan dan perubahan (hal. 73). Guru yang tidak sekadar mengajar sebagai kewajiban seperti ditentukan kurikulum tetapi senantiasa berusaha mengembangkan potensi, wawasan, cara pandang dan orientasi siswa. Kesuksesan mengajar seorang guru tak diukur secara kuantitatif dari angka-angka yang diperoleh dalam evaluasi, tetapi bagaimana guru itu memberi sumbangsih yang berarti bagi siswa dalam menjalani kehidupan selanjutnya setelah menyelesaikan masa studi.
Bagaimana menjadi guru yang inspiratif? Ngainun Naim sadar sepenuhnya, menjadi guru inspiratif tidak gampang. Hal itu dikarenakan, guru inspiratif tidak bersifat permanen. Spirit inspiratif -yang dimiliki oleh guru inspiratif– kadang bisa memudar. Tetapi, kalau jiwa guru itu sudah diberkati anugerah inspiratif, yang diperlukan adalah bagaimana ia selalu menemukan pemantik/penyulut spirit inspirasi. Untuk menyulut kembali spirit inspirasi itu, tentu setiap guru punya cara sendiri. Tapi bagi penulis buku ini setidaknya bisa dibangun lewat 3 elemen; komitmen (berkomitmen selalu menginspirasi siswa), cinta (memiliki kecintaan dalam mendidik) dan memiliki visi.
Dengan peran guru inspiratif yang memiliki komitmen, cinta
dan visi itu, murid akan mampu terbangkit potensinya dan minatnya untuk
menguasai pelajaran. Di sisi lain, memiliki sikap serta “semangat tinggi untuk
maju”, kreatif, tercerahkan dan bahkan termotivasi untuk bisa sukses. Karena
guru inspiratif semacam itu memiliki semangat terus belajar, kompeten, ikhlas
dalam mengajar, mendasarkan niat mengajar pada “landasan spiritualitas”, total,
kreatif, dan selalu berusaha mendorong siswa untuk maju.
Potensi kreatif itulah yang menjadikan guru inspiratif tidak
pernah kehilangan cara dan media dalam mendidik. Ia bisa membangun iklim
pembelajaran dengan seribu cara. Tak salah, jika murid akan selalu merindukan
guru semacam itu hadir di kelas hingga kadang tak terasa pelajaran yang sudah
berlangsung dua jam seperti tidak terasa. Usai pelajaran, murid mendapat
pencerahan, termotivasi dan pelajaran tertanam dalam benak para siswa. Lebih
dari itu, siswa menjadi “inspiratif” sehingga mereka mengalami revolusi diri;
berubah lebih baik, mengenal bakat terpendam yang dimiliki dan kreatif.
Buku hasil dari pergulatan, diskusi dan perenungan penulis
ini tidak dapat disangkal memberikan sumbangsih yang berarti bagi khazanah
pendidikan di negeri ini. Apalagi tuntutan jadi guru inspiratif tidak bisa
dinafikan. Maklum, guru adalah penggerak roda peradaban bangsa dan peran guru
inspiratif akan membawa kemajuan bangsa kita ke depan. Tak mustahil, jika buku
ini patut menjadi sebagai bacaan bagi guru dan orang yang ingin menjadi guru.
Sejumlah kisah-kisah inspiratif dalam buku ini pun, tidak ditepis bisa menjadi
spirit, motivasi dan pembanding bagi guru dalam menghadapi kasus-kasus yang
dihadapi untuk menjadikan anak didik tercerahkan dan kreatif.
Tak pelak lagi, buku ini pun bisa mengantar setiap orang
yang punya minat untuk menjadi pendidik akan jadi “guru yang menginspirasi”.
Angka kelulusan siswa pun, akan bisa didongkrak karena peran guru inspiratif
mampu menanamkan siswa terus belajar. ***
Resensi buku ini dimuat di JAWA POS, Minggu 2 Mei 2010
Sumber :
0 komentar:
Post a Comment